Senin, 06 April 2015



Unsur Intrinstik
Tema : Serigala berbulu domba, seseorang yang berpura-pura baik namun  kenyataannya
berhati jahat
Latar :   
1.       Tempat : Pada drama ini latar tempat berada di sebuah kuburan
2.       Suasana :
1)      Sedih, ketika orang terdekat dan keluarga Bima mengantarkan kepemakaman
2)      Panik, ketika Bima hidup kembali
3)      Bahagia, ketika Bima benar-benar meninggal
3.       Waktu   :
1)       Pagi hari, ketika John dan Bob menggali kubur
2)      Siang dan Sore hari, Pemakaman Bima
                Alur:      Alur pada drama ini menggunakan alur campuran yaitu alur maju mundur, dimana
pada pemakaman Bima keluarga mengingatkan jasa-jasa Bima semasa hidupnya.
                Penokohan         :
1)      Penggali Kubur 1 dan 2, John dan Bob
·         Humoris, membuat penonton yang melihat aksinya tertawa
·         Pemarah, ketika dipanggil Kadal oleh Nenek
2)      Anak 1
·         Polos, tidak mengerti rencana busuk yang telah dipersiapkan oleh keluarga dan teman terdekat Bima
3)      Anak 2
·         Tegas, mengungkap kebohongan keluarga dan teman-teman Bima yang pura-pura bersedih atas kehilangan Bima
4)      Ibu; Bapak; Seseorang 1,2,3,4,5,6 dan 7; Polisi 1,2,3; Hansip 1,2,3; Pak Rt, Bruni, Istri Bima, Ibu Lurah.
·         Bermuka dua, seolah-olah bersikap baik dan bersedih atas meninggalnya Bima namun pada kenyataannya mereka sangat mengingkan Bima meninggal
5)      Bima
·         Tokoh utama yang kaya, sukses, dan multitalent sehingga kelebihannya itu membuat iri para teman terdekat dan keluarga Bima
Amanat                  :  Amanat yang dapat diperoleh dari Drma GERR ini :
·         Tidak semua orang yang bersikap dan berbuat baik memiliki hati yang baik, terkadang seseorang itu memiliki rencana jahat yang apabila ada kesempatan maka akan dijalankannya rencana tersebut.


Gaya Bahasa :
·         Gaya bahasa yang digunakan yaitu bahasa baku yang mudah dimengerti oleh semua orang yang menonton pertunjukan drama GERR. Selain itu terdapat banyak dialek atau logat bahasa dari beberapa macam suku, seperti suku Batak, Madura, Sunda, Betawi dan sebagainya.
Sudut Pandang :
·         Orang Pertama sebagai Pelaku Utama.
Drama GERR ini menggunakan kata peran Bima sebagai tokoh utama dan menceritakan apa yang dialami dirinya ketika awal cerita sampai akhir cerita.

Sinopsis  :
Bima tiba-tiba mati. Seluruh keluarganya berkabung disekitar peti mati. Duka,suka berbagai perasaan masing-masing berdesak-desakan ibu, istri, anak, saudara, tetangga, teman, tamu, dan petugas keamanan semuanya lengkap hadir. Tak lama lagi Bima akan dikubur. Semua orang karena spontanitas, pernyataan yang jujur maupun tegas, serentak menangis bersama-sama dalam erangan bersama. Mereka mengumpulkan sebuah gelombang yang besar untuk menggulingkan peti mati itu kedalam liang yang telah menganga. Mereka menunggu dengan sabar upacara menangis itu telah menjadi santapan mereka setiap hari. Dengan dingin dan perasaan yang jauh dari peristiwa itu mereka juga mengisap dan mengepulkan asap rokoknya.
              

Unsur Ekstrinstik
1.       Penulis Naskah Drama
Putu Wijaya
I Gusti Ngurah Putuh Wijaya atau yang lebih dikenal dengan Putu Wijaya lahir di Tabanan, 11 April 1944 merupakan budayawan sastra Indonesia asal Bali, yang telah menghasilkan kurang lebih 30 Novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esai, artikel lepas, dan kritik drama. Putu Wijaya juga menulis sekenario film dan sinetron. Budayawan yang khas dengan topi pet putihnya ini semula diharapkan bisa menjadi dokter oleh ayahnya. Namun Putu ternyata lebih akranb dengan dunia sastra, bahasa, dan ilmu bumi. Cerpen pertama Putu yang berjudul “Etsa” dimuat diharian Seluruh Indonesia, Bali,. Drama Putu yang pertma dimainkan adalah ketika ia masih SMA. Drma  tersebut Putu sutradarai dan mainkan sendiri dengan kelompok yang didirikannya di Yogyakarta. Setelah 7 tahun di Yogyakarta, ia kemudian pindah ke Jakarta dan bergabung dengan Teater Kecil. Selanjutnya dengan Teater Mandiri yang didirikan pada tahun 1971, dengan konsep “Bertolak dari Yang Ada”. Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan menulis drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pu ia cenderung menggunakan gaya objek dalam pusat pengisahan dan gaya yang penuh dengan potongan-potongan kejadian yang padat, intens dalam pelukisan, bahasanya ekspresif. Putu leebih mementingkan perenungan ketimbang riwayat. Penggemar musik dangdut, rock, klasik karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini total dalam menulis, menyutradarai film dan sinetron, serta berteater. Bersama teater itu, Putu telah mementaskan puluhan lakon didalam maupun diluar negeri. Bahkan puluhan penghargaan diraih atas karya sastra tersebut.

2.       Sutradara Drama GERR
Agus Priyanto (Gusjur Mahesa)
Agus Priyanto, S.Pd.,M.Sn. atau lebih dikenal dengan Gusjur Mahesa, Lahir di Maospati, 01 Agustus 1966. Kini beliau tinggal di Jl. Gegerkalong Girang. Berteater sejak tahun 1986 di UTMIB (Unit Teater Mahasiswa Ikip Bandung). Sampai saat ini Namanya didunia per-Teateran sudah tak asing lagi. Bapak Agus Priyanto (Gusjur Mahesa) merupakan salah satu dosen  STKIP Siliwangi Bandung yang aktif di eni Drama (Teater), sebagai Sutradara dan Aktor dengan nama panggung Gusjur Mahesa juga merupakan anggota BTR (Bengkel Teater Rendra) 1993-2000. Pendiri TTM (Teater Tarian Mahesa) Bandung 2001 dan TTM Ciamis 2010. Beliau telah meraih beberapa penghargaan, seperti penghargaan Sutradara Terbaik di Festival Teater antar Kampus se-Indonesia pada tahun 1992, Sutradara Terbaik di FDBS XI (Festival Drama Basa Sunda) se-Jawa Barat dan Banten pada tahun 20087 dan 2010 serta beberapa penghargaan lainnya. Beliau menyelesaikan Pendidikan S1 di IKIP Bandung (Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia) dan Pendidikan S2 STSI andung (Jurusan Penciptaan dan Pengkaji Seni).