Unsur Intrinstik
Tema
: Serigala berbulu domba, seseorang yang berpura-pura baik namun kenyataannya
berhati
jahat
Latar :
1.
Tempat : Pada drama ini latar
tempat berada di sebuah kuburan
2.
Suasana :
1)
Sedih, ketika orang terdekat dan
keluarga Bima mengantarkan kepemakaman
2)
Panik, ketika Bima hidup kembali
3)
Bahagia, ketika Bima benar-benar
meninggal
3.
Waktu :
1)
Pagi hari, ketika John dan Bob menggali kubur
2)
Siang dan Sore hari, Pemakaman
Bima
Alur: Alur pada drama ini menggunakan alur
campuran yaitu alur maju mundur, dimana
pada
pemakaman Bima keluarga mengingatkan jasa-jasa Bima semasa hidupnya.
Penokohan :
1)
Penggali Kubur 1 dan 2, John dan
Bob
·
Humoris, membuat penonton yang
melihat aksinya tertawa
·
Pemarah, ketika dipanggil Kadal
oleh Nenek
2)
Anak 1
·
Polos, tidak mengerti rencana
busuk yang telah dipersiapkan oleh keluarga dan teman terdekat Bima
3)
Anak 2
·
Tegas, mengungkap kebohongan
keluarga dan teman-teman Bima yang pura-pura bersedih atas kehilangan Bima
4)
Ibu; Bapak; Seseorang 1,2,3,4,5,6
dan 7; Polisi 1,2,3; Hansip 1,2,3; Pak Rt, Bruni, Istri Bima, Ibu Lurah.
·
Bermuka dua, seolah-olah bersikap
baik dan bersedih atas meninggalnya Bima namun pada kenyataannya mereka sangat
mengingkan Bima meninggal
5)
Bima
·
Tokoh utama yang kaya, sukses, dan
multitalent sehingga kelebihannya itu membuat iri para teman terdekat dan
keluarga Bima
Amanat
: Amanat yang dapat diperoleh
dari Drma GERR ini :
·
Tidak semua orang yang bersikap
dan berbuat baik memiliki hati yang baik, terkadang seseorang itu memiliki
rencana jahat yang apabila ada kesempatan maka akan dijalankannya rencana
tersebut.
Gaya Bahasa :
·
Gaya bahasa yang digunakan yaitu
bahasa baku yang mudah dimengerti oleh semua orang yang menonton pertunjukan
drama GERR. Selain itu terdapat banyak dialek atau logat bahasa dari beberapa
macam suku, seperti suku Batak, Madura, Sunda, Betawi dan sebagainya.
Sudut Pandang :
·
Orang
Pertama sebagai Pelaku Utama.
Drama GERR
ini menggunakan kata peran Bima sebagai tokoh utama dan menceritakan apa yang
dialami dirinya ketika awal cerita sampai akhir cerita.
Sinopsis :
Bima tiba-tiba mati. Seluruh keluarganya berkabung disekitar peti mati.
Duka,suka berbagai perasaan masing-masing berdesak-desakan ibu, istri, anak,
saudara, tetangga, teman, tamu, dan petugas keamanan semuanya lengkap hadir.
Tak lama lagi Bima akan dikubur. Semua orang karena spontanitas, pernyataan
yang jujur maupun tegas, serentak menangis bersama-sama dalam erangan bersama.
Mereka mengumpulkan sebuah gelombang yang besar untuk menggulingkan peti mati
itu kedalam liang yang telah menganga. Mereka menunggu dengan sabar upacara
menangis itu telah menjadi santapan mereka setiap hari. Dengan dingin dan
perasaan yang jauh dari peristiwa itu mereka juga mengisap dan mengepulkan asap
rokoknya.
Unsur
Ekstrinstik
1.
Penulis Naskah Drama
Putu Wijaya
I Gusti Ngurah Putuh Wijaya atau yang
lebih dikenal dengan Putu Wijaya lahir di Tabanan, 11 April 1944 merupakan
budayawan sastra Indonesia asal Bali, yang telah menghasilkan kurang lebih 30
Novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esai, artikel lepas, dan
kritik drama. Putu Wijaya juga menulis sekenario film dan sinetron. Budayawan
yang khas dengan topi pet putihnya ini semula diharapkan bisa menjadi dokter
oleh ayahnya. Namun Putu ternyata lebih akranb dengan dunia sastra, bahasa, dan
ilmu bumi. Cerpen pertama Putu yang berjudul “Etsa” dimuat diharian Seluruh
Indonesia, Bali,. Drama Putu yang pertma dimainkan adalah ketika ia masih SMA.
Drma tersebut Putu sutradarai dan
mainkan sendiri dengan kelompok yang didirikannya di Yogyakarta. Setelah 7
tahun di Yogyakarta, ia kemudian pindah ke Jakarta dan bergabung dengan Teater
Kecil. Selanjutnya dengan Teater Mandiri yang didirikan pada tahun 1971, dengan
konsep “Bertolak dari Yang Ada”. Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh
dengan menulis drama. Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pu ia
cenderung menggunakan gaya objek dalam pusat pengisahan dan gaya yang penuh
dengan potongan-potongan kejadian yang padat, intens dalam pelukisan, bahasanya
ekspresif. Putu leebih mementingkan perenungan ketimbang riwayat. Penggemar
musik dangdut, rock, klasik karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini total dalam
menulis, menyutradarai film dan sinetron, serta berteater. Bersama teater itu,
Putu telah mementaskan puluhan lakon didalam maupun diluar negeri. Bahkan puluhan
penghargaan diraih atas karya sastra tersebut.
2.
Sutradara Drama GERR
Agus Priyanto (Gusjur Mahesa)
Agus Priyanto, S.Pd.,M.Sn.
atau lebih dikenal dengan Gusjur Mahesa, Lahir di Maospati, 01 Agustus 1966.
Kini beliau tinggal di Jl. Gegerkalong Girang. Berteater sejak tahun 1986 di
UTMIB (Unit Teater Mahasiswa Ikip Bandung). Sampai saat ini Namanya didunia
per-Teateran sudah tak asing lagi. Bapak Agus Priyanto (Gusjur Mahesa)
merupakan salah satu dosen STKIP
Siliwangi Bandung yang aktif di eni Drama (Teater), sebagai Sutradara dan Aktor
dengan nama panggung Gusjur Mahesa juga merupakan anggota BTR (Bengkel Teater
Rendra) 1993-2000. Pendiri TTM (Teater Tarian Mahesa) Bandung 2001 dan TTM
Ciamis 2010. Beliau telah meraih beberapa penghargaan, seperti penghargaan
Sutradara Terbaik di Festival Teater antar Kampus se-Indonesia pada tahun 1992,
Sutradara Terbaik di FDBS XI (Festival Drama Basa Sunda) se-Jawa Barat dan
Banten pada tahun 20087 dan 2010 serta beberapa penghargaan lainnya. Beliau menyelesaikan
Pendidikan S1 di IKIP Bandung (Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia) dan
Pendidikan S2 STSI andung (Jurusan Penciptaan dan Pengkaji Seni).